Minggu, Oktober 10, 2010

Kekasih standar atau Kekasih sejati?

Kekasih standar selalu ingat senyum di wajahmu

Kekasih sejati juga mengingat wajahmu sewaktu sedih

Kekasih standar akan membawamu makan makanan yang enak-enak

Kekasih sejati akan mempersiapkan makanan yang kamu suka

Kekasih standar setiap detik selalu menunggu telpon dari kamu

Kekasih sejati setiap detik selalu teringat ingin menelponmu

Kekasih standar selalu mendoakanmu kebahagiaan

Kekasih sejati selalu berusaha memberimu kebahagiaan

Kekasih standar mengharapkan kamu berubah demi dia

Kekasih sejati mengharapkan dia bisa berubah untuk kamu

Kekasih standar paling sebal kamu menelpon waktu dia tidur

Kekasih sejati akan menanyakan kenapa sekarang kamu baru telpon?

Kekasih standar akan mencarimu untuk membahas kesulitanmu

Kekasih sejati akan mencarimu untuk memecahkan kesulitanmu

Kekasih standar selalu bertanya mengapa kamu selalu membuatnya sedih?

Kekasih sejati akan selalu mananyakan diri sendiri mengapa membuat kamu sedih?

Kekasih standar selalu memikirkan Penyebab perpisahan

Kekasih sejati memecahkan penyebab perpisahan

Kekasih standar bisa melihat semua yang telah dia korbankan untukmu

Kekasih sejati bisa melihat semua yang telah kamu korbankan untuknya

Kekasih standar berpikir bahwa pertengkaran adalah akhir dari segalanya

Kekasih sejati berpikir, jika tidak pernah bertengkar tidak bisa disebut cinta sejati

Kekasih standar selalu ingin kamu di sampingnya menemaninya selamanya

Kekasih sejati selalu berharap selamanya bisa disampingmu menemanimu

nah pikir dech lo masuk kategori yg mana ??????

Takut akan kesendirian

Kala ku mulai gelisah menapaki lika-liku kehidupan, pedih-perih rasa hati ini menginjak bara-bara kegetiran. Ku berlari dan terus berlari mengacuhkan lelah. Kan ku kibas peluh-peluh luka yang masih tersisa. Aku ingin menertawakan kepedihan, mencaci setiap keluhan, mengejek keputus asaan dan akan terus berlari menyusuri labirin penderitaan.
Karena aku adalah derita dan derita adalah aku. Biarlah kerikil bercadas meyapa kakiku, tak peduli panas menyengat kepalaku, biar saja hujan memeluk tubuhku dan badai membelai mesra ragaku. Biarlah, biar saja, ku tak akan peduli. Meski tanpa arah dan tujuan aku akan terus berlari membawa kegelisahan ini. karena aku sangat benci pada mentari, aku kecewa pada siang dan aku tidak akan berhenti apalagi bernaung di senja ini. Dan aku sudah tak akan percaya lagi kalau matahari adalah penerang bagi kegelapan jiwa ini.

Aku kecewa dan benar-benar tidak akan pernah mempercayainya lagi. Karena dia telah tega mengumpanku untuk bemain dengan api dan panasnya hingga kemudian mencaciku kala api itu tengah membakar segalaku. Ah, diumpan kemudian dicaci, benar-benar menyakitkan. Langkahku terhenti di bibir malam. Aku getir, khawatir. Jubah hitamnya mengibas dan menari-nari di hadapanku. Aku gamang, aku takut. Aku berfikir sejenak mencoba berfilsafat; aduhai, bagaimanakah malam akan memperlakukan aku? Siang saja yang sarat akan harap dan kepercayaan telah melemparkan aku pada kubangan derita, apalagi dia, yang di selimuti gelap dan keegoisan? Aku terpaku kekal dengan berjuta kekhawatiran yang mengintimidasi perasaanku. Ku terdiam diamuk pilu, aku takut, benar-benar takut.
Kenapa aku bisa terdampar disini? Teringat semua bayang-bayang kelabu kala mentari menyinariku dengan kemunafikannya, juga jejak-jejakku yang terseret saat senja tak mempedulikanku, membuat perasaan ini semakin diremas-remas ketakutan. Ingin sekali ku terus berlari kencang menyusuri belantara malam, menembus lorong-lorong gelapnya, bersandar pada dindingnya, berpeluk dan bercumbu dengan dinginnya, hingga ku kan hilang, tak terlihat dan tak terbaca lagi. Tapi aku tak bisa, benar-benar tak bisa. Entahlah, tiba-tiba saja aku seperti didera perasaan takut.
Takut akan cadas-cadas yang runcing, semak-semak berduri, beling-beling pecah, batu dan kerikil-kerikil di belantara gelap itu semakin membuat kakiku berdarah-darah. Ketakutan itu membuat sumsum kakiku serasa berserakan di tanah. Aku tak kuasa berdiri apalagi berlari.

Malam beranjak semakin gelap. Hati ini semakin getir, karena aku tak punya penerang sedikitpun. Tak ada peta tak ada kompas, aku seperti kehilangan arah dan temali, kehilangan semuanya. Mungkin malam mengerti, mungkin pula dapat membaca isyarat hati.
Ia mendekatiku dan merangkulku. Ia berbisik, “Kamu takut? Kenapa takut? Lelaki tak boleh takut. Kamu harus berani. Dan janganlah lari dari kenyataan.” Aduhai, ada apa dengan kata-kata itu? Bagaikan listrik, menyetrum denyut nadiku. Bagai tangan-tangan malaikat, mencubit ulu hatiku. Sumsum yang berserakan, sedikit demi sedikit merambat merapat dan mulai menyusut kembali dikarenakan kata-kata itu. Ajaib, benar-benar ajaib.
Apakah aku tengah bermimpi? Ataukah itu sekedar fatamorgana? Entahlah, setahuku, fatamorgana tidak pernah menjelma di malam gelap. “Bangunlah. Aku ingin melihat senyummu. Bangkitlah, engkau terlalu agung untuk berlutut disitu. Bicaralah...!!” ucapnya lagi. Aku heran, benar-benar tak percaya. Inikah malam yang diselimuti gelap dan keegoisan itu? Ada apa dengannya? Aku yakin, dari intonasinya, ia pasti sedang tersenyum. Tapi senyumnya masih samar. Karena ia masih berselimut gelap. “Agung...??” aku gugup dan hanya sepatah kata ini yang bisa ku haturkan kepadanya. “Yach, agung. Engkau agung dihatiku.
Engkau datang ibarat obor bagiku, ah, bukan. Masih kurang agung. Engkau bagai rembulan. Ah, bukan juga. Masih kurang agung. Engkau ibarat cahaya. Yach, cahaya. Cahaya diatas cahaya. Cahaya yang agung dihatiku. Bicarala...!!” katanya lagi. Sungguh benar-benar kata yang tak kufahami. Tapi aku senang mendengarnya. Seagung itukah aku baginya? “Wahai malam, sedang bercandakah engkau dengan sabdamu yang indah itu?” hati ini menjerit dan masih tak percaya. “Cahaya? Cahaya apa???” tanyaku seakan tak mengerti. “Yach cahayaku. Aku gelap, aku dingin. Kaulah cahaya yang kurindu untuk menerangi sudut gelap itu, tepis prahara sepi dalam jiwaku. Aku ingin menjadi malammu, malam yang selalu kau terangi dengan cahayamu,” ujarnya lagi. Aneh terasa menyelimut kata-kata itu. Tapi begitu jelas. Jelas, sejelas jelasnya.
Ada harap, hiba sekaligus memaksa disitu. Aku bingung. Kegelisahan mulai merambat menelusupi relung jiwaku.

Kenangan kelam dimasa lalu menorehkan berjuta ragu di kedalaman hatiku. Ragu pada malam juga ragu pada diriku sendiri. Secepat inikah? Apa yang dilihat malam dariku? Sekedar kasihan atau ingin mengumpan dan menambah pilu? Aku harus menyabdakan keraguan ini padanya, harus, “Tapi aku rapuh, masa laluku kelam, jejak langkah inipun gersang. Aku takut kau akan kecewa dengan jiwa yang rapuh ini. Aku takut kau menyesal dan putus asa akan perasaamu sendiri. Aku takut cahayaku tak sebening yang kau mau. Ah, aku takut sekali,” ungkapku apa adanya. Semoga saja ia mengerti.
Rabu, September 01, 2010

Persiapan Menyambut puasa Ramadhan Bulan Penuh Berkah

Persiapan Menyambut puasa Ramadhan Bulan Penuh Berkah dan ampunan. Ramadhan merupakan bulan penuh berkah, bulan yang penuh berkah dari berbagai sisi kebaikan. Sebab itu, umat Islam hendaklah mengambil keberkahan Ramadhan dari berbagai aktifitas positip dan bisa memajukan Islam dan pemeluk Islam. Meliputi dari sisi ekonomi, sosial, peradaban, budaya, dan pemberdayaan umat manusia. Namun demikian semua kegiatan yang positip itu tidak harus mengganggu kekhusuan dalam ibadah ramadhan terutama di sepuluh hari terakhir puasa bulan Ramadhan. Rasulullah SAW. menjadikan bulan puasa ramadhan sebagai bulan yang penuh aktivitas dan amaliah positif. Selain yang telah dijelaskan seperti tersebut di atas, beliau juga aktip melakukan aktifitas sosial kemasyarakatan.

Persiapan Mental
Persiapan mental untuk menjalankan ibadah puasa dan ibadah terkait lainnya sangatlah penting. Apalagi pada menjelang 10 hari hari terakhir, karena ajakan keluarga yang menginginkan belanja mempersiapkan hari raya Idul Fitri, pulang kampung, beli pakaian dll, sangat mempengaruhi umat Islam dalam menunaikan kekhusuan ibadah puasa Ramadhan. Kesuksesan ibadah bulan Ramadhan seorang muslim bisa dilihat dari akhirnya. Jika akhir bulan Ramadhan diisi dengan i’tikaf dan taqarrub yang lainnya, maka insya Allah dia termasuk yg berhasil dan sukses dalam menjalankan ibadah Ramadhan.

Persiapan ruhiyah (spiritual)
Persiapan ruhiyah dapat dilaksanakan dengan meningkatkan ibadah, seperti memperbanyak membaca AlQuran saum sunnah, berdzikir, berdo’a dll. Dalam hal mempersiapkan ruhiyah, Rasulullah SAW. memberi contoh kepada umatnya yaitu dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA. berkata:” Saya tidak melihat Rasulullah SAW. menyempurnakan puasanya, kecuali pada bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban” (HR Muslim).

Persiapan fikriyah
Persiapan fikriyah atau akal dilakukan dengan mendalami ilmu, khususnya ilmu yang terkait dengan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang berpuasa tidak menghasilan kecuali lapar dan dahaga. Hal ini dilakukan karena puasanya tidak dilandasi dengan ilmu yang cukup. Seorang yang beramal tanpa ilmu, maka tidak menghasilkan kecuali kesia-siaan belaka.

Persiapan Fisik dan Materi
Seorang muslim tidak akan mampu atau berbuat maksimal dalam berpuasa jika fisiknya sakit. Oleh karena itu mereka dituntut untuk menjaga kesehatan fisik, kebersihan rumah, masjid dan lingkungan. Rasulullah mencontohkan kepada umat agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa peristiwa di bawah ini :
• Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
• Berobat seperti dengan berbekam (Al-Hijamah) seperti yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim.
• Memperhatikan penampilan, seperti pernah diwasiatkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Abdullah ibnu Mas’ud ra, agar memulai puasa dengan penampilan baik dan tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. Al-Haitsami).

Sarana penunjang yang lain yang harus disiapkan adalah materi yang halal untuk bekal ibadah Ramadhan. Idealnya seorang muslim telah menabung selama 11 bulan sebagai bekal ibadah Ramadhan. Sehingga ketika datang Ramadhan, dia dapat beribadah secara khusu’ dan tidak berlebihan atau ngoyo dalam mencari harta atau kegiatan lain yang mengganggu kekhusu’an ibadah Ramadhan.

Merencanakan Peningkatan Prestasi Ibadah (Syahrul Ibadah)
Ibadah Ramadhan dari tahun ke tahun harus meningkat. Tahun depan harus lebih baik dari tahun ini, dan tahun ini harus lebih baik dari tahun lalu. Ibadah Ramadhan yang kita lakukan harus dapat merubah dan memberikan output yang positif. Perubahan pribadi, perubahan keluarga, perubahan masyarakat dan perubahan sebuah bangsa. Allah SWT berfirman : « Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri » (QS AR- Ra’du 11). Diantara bentuk-bentuk peningkatan amal Ibadah seorang muslim di bulan Ramadhan, misalnya; peningkatan, ibadah puasa, peningkatan dalam tilawah Al-Qur’an, hafalan, pemahaman dan pengamalan. Peningkatan dalam aktifitas sosial, seperti: infak, memberi makan kepada tetangga dan fakir-miskin, santunan terhadap anak yatim, beasiswa terhadap siswa yang membutuhkan dan meringankan beban umat Islam. Juga merencanakan untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan memantapkan tekad untuk tidak membelanjakan hartanya, kecuali kepada pedagang dan produksi negeri kaum muslimin, kecuali dalam keadaan yang sulit (haraj).

Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Taubah (Bulan Taubat)
Bulan Ramadhan adalah bulan dimana syetan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa, pintu neraka ditutup dan pintu surga dibuka. Sehingga bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat kondusif untuk bertaubat dan memulai hidup baru dengan langkah baru yang lebih Islami. Taubat berarti meninggalkan kemaksiatan, dosa dan kesalahan serta kembali kepada kebenaran. Atau kembalinya hamba kepada Allah SWT, meninggalkan jalan orang yang dimurkai dan jalan orang yang sesat.

Taubat bukan hanya terkait dengan meninggalkan kemaksiatan, tetapi juga terkait dengan pelaksanaan perintah Allah. Orang yang bertaubat masuk kelompok yang beruntung. Allah SWT. berfirman: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS An-Nuur 31).

Oleh karena itu, di bulan bulan Ramadhan orang-orang beriman harus memperbanyak istighfar dan taubah kepada Allah SWT. Mengakui kesalahan dan meminta ma’af kepada sesama manusia yang dizhaliminya serta mengembalikan hak-hak mereka. Taubah dan istighfar menjadi syarat utama untuk mendapat maghfiroh (ampunan), rahmat dan karunia Allah SWT. “Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS Hud 52)

Menjadikan bulan Ramadhan sebagai Syahrut Tarbiyah, Da’wah
Bulan Ramadhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para da’i dan ulama untuk melakukan da’wah dan tarbiyah. Terus melakukan gerakan reformasi (harakatul ishlah). Membuka pintu-pintu hidayah dan menebar kasih sayang bagi sesama. Meningkatkan kepekaan untuk menolak kezhaliman dan kemaksiatan. Menyebarkan syiar Islam dan meramaikan masjid dengan aktifitas ta’lim, kajian kitab, diskusi, ceramah dll, sampai terwujud perubahan-perubahan yang esensial dan positif dalam berbagai bidang kehidupan. Ramadhan bukan bulan istirahat yang menyebabkan mesin-mesin kebaikan berhenti bekerja, tetapi momentum tahunan terbesar untuk segala jenis kebaikan, sehingga kebaikan itulah yang dominan atas keburukan. Dan dominasi kebaikan bukan hanya dibulan Ramadhan, tetapi juga diluar Ramadhan.

Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Muhasabah (Bulan Evaluasi)
Dan terakhir, semua ibadah Ramadhan yang telah dilakukan tidak boleh lepas dari muhasabah atau evaluasi. Muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi orang/kelompok yang selalu mencari-cari kesalahan orang/kelompok lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang mungkin jelas kesalahannya. Semoga Allah SWT senantiasa menerima shiyam kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan tarhib ini dapat membangkitkan semangat beribadah kita sekalian sehingga membuka peluang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Dan itu baru akan terwujud jika bangsa ini yang mayoritasnya adalah umat Islam kembali kepada Syariat Allah. []


Sumber : Panduan Ibadah Ramadhan, Iman Santoso, Lc.

Selasa, Agustus 24, 2010

Makna Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Bulan ini merupakan bulan yang penuh sejarah bagi bangsa Indonesia. Bulan yang penuh dengan perjuangan yang membawa bangsa kita bebas dari penjajahan. Bulan yang menjadikan kita semua belajar sejarah kemerdekaan Republik Indonesia di sekolah. bulan yang biasanya paling banyak diadakan kegiatan-kegiatan tahunan bagi rakyat indonesia. Tapi di sebalik semuanya itu, sadarkah kita akan makna dari kemerdekaan dan pengorbanan para pahlawan yang sudah berjuang demi meraih kemerdekaan Republik Indonesia...?

Postingan kali ini sedikit merenungkan APA YANG SUDAH KITA PERJUANGKAN SELAMA INI BUAT BANGSA. Bukannya sok-sok'an ingin menjadi pahlawan kesiangan atau ingin menyaingi para pahlawan yang telah gugur memperjuangkan kemerdekaan RI. kita hanya ingin sedikit mengajak teman-teman sekalian untuk merenung seraya mengingat jasa-jasa para pahlawan kita yang telah bersusah payah memperjuangkan kemerdekaan kita.

"Bagaikan kacang yang lupa dengan kulitnya", mungkin ini lebih tepat di berikan kepada kita yang selama ini tidak sadar akan kebahagiaan yang kita rasakan. Padahal semuanya itu kita rasakan diatas perjuangan dan penderitaan para pahlawan berjuang tanpa memikirkan jiwa, raga, harta bahkan keluarga mereka. "Merdeka atau Mati", selogan yang menaikkan bulu kuduk kita dan memberikan semangat pantang menyerah ketika kita menyerukannya. Sungguh selogan yang ketika di serukan memberikan semangat tidak takut mati untuk mengorbankan jiwa dan raga demi mempertahankan bumi pertiwi dari para penjajah yang tidak berprikemanusiaan.

Jangankan mengangkat senjata untuk berjuang membela bangsa, mempertahankan kemerdekaan saja rasanya "Jauh panggang dari Api". Tidak banyak yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan kemerdekaan ini. Hanya berdoa dan berteri makasih atas kemerdekaan yang telah diberikan kepada kita, sehingga kita bisa merasakan kemerdekaan seperti sekarang ini, walaupun pada kenyataannya sosial, ekonomi, budaya, politik dan lain-lain dinegara kita masih dijajah.

Yang bisa kita lakukan akan kita lakukan. Dan beberapa profesi serta kegiatan telah dilakukan walaupun belum begitu maksimal. Setidaknya sudah kita tunjukkan kepada bangsa sebagai salah satu ucapan terimakasih kita kepada bangsa dalam meneruskan dan mempertahankan perjuangan yang telah dilakukan oleh para pejuang. Dan semoga kita dapat terus mempertahankan semangat para pejuang untuk membangun bangsa ini dengan segala kemampuan dan tentunya dengan ilmu yang sudah kita dapatkan. Terima kasih atas perjuanganmu... Semoga mendapatkan posisi yang layak di samping-Nya...
Sabtu, Agustus 21, 2010

MARHABAN YA RAMADHAN


Seluruh umat Islam kini menyerukan 'Marhaban Ya Ramadhan, Marhaban Ya Ramadhan", selamat datang Ramadhan, Selamat datang Ramadhan. Di masjid-masjid, musholla, koran-koran, stasiun televisi dan radio dan berbagai mailing list, ungkapan selamat datang Ramadhan tampil dengan berbagai ekpresi yang variatif.

Setiap media telah siap dengan dengan sederet agendanya masing-masing. Ada rasa gembira, ke-khusyu'-an, harapan, semangat dan nuansa spiritualitas lainnya yang sarat makna untuk diekpresikan. Itulah Ramadhan, bulan yang tahun lalu kita lepas kepergiannya dengan linangan air mata, kini datang kembali.

Sejumlah nilai-nilai dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa pun marak dikaji dan kembangkan. Ada nilai sosial, perdamaian, kemanusiaan, semangat gotong royong, solidaritas, kebersamaan, persahabatan dan semangat prularisme. Ada pula manfaat lahiriah seperti: pemulihan kesehatan (terutama perncernaan dan metabolisme), peningkatan intelektual, kemesraan dan keharmonisan keluarga, kasih sayang, pengelolaan hawa nafsu dan penyempurnaan nilai kepribadian lainnya. Ada lagi aspek spiritualitas: puasa untuk peningkatan kecerdasan spiritual, ketaqwaan dan penjernihan hati nurani dalam berdialog dengan al-Khaliq. Semuanya adalah nilai-nilai positif yang terkandung dalam puasa yang selayaknya tidak hanya kita pahami sebagai wacana yang memenuhi intelektualitas kita, namun menuntut implementasi dan penghayatan dalam setiap aspek kehidupan kita.

Yang juga penting dalam menyambut bulan Ramadhan tentunya adalah bagaimana kita merancang langkah strategis dalam mengisinya agar mampu memproduksi nilai-nilai positif dan hikmah yang dikandungnya. Jadi, bukan hanya melulu mikir menu untuk berbuka puasa dan sahur saja. Namun, kita sangat perlu menyusun menu rohani dan ibadah kita. Kalau direnungkan, menu buka dan sahur bahkan sering lebih istemawa (baca: mewah) dibanding dengan makanan keseharian kita. Tentunya, kita harus menyusun menu ibadah di bulan suci ini dengan kualitas yang lebih baik dan daripada hari-hari biasa. Dengan begitu kita benar-benar dapat merayakan kegemilangan bulan kemenangan ini dengan lebih mumpuni.

Ramadhan adalah bulan penyemangat. Bulan yang mengisi kembali baterai jiwa setiap muslim. Ramadhan sebagai 'Shahrul Ibadah' harus kita maknai dengan semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai 'Shahrul Fath' (bulan kemenangan) harus kita maknai dengan memenangkan kebaikan atas segala keburukan. Ramadhan sebagai "Shahrul Huda" (bulan petunjuk) harus kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada jalan yang benar, kepada ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Saw. Ramadhan sebagai "Shahrus-Salam" harus kita maknai dengan mempromosikan perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai 'Shahrul-Jihad" (bulan perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai "Shahrul Maghfirah" harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan.

Dengan mempersiapkan dan memprogram aktifitas kita selama bulan Ramadhan ini, insya Allah akan menghasilkan kebahagiaan. Kebahagiaan akan terasa istimewa manakala melalui perjuangan dan jerih payah. Semakin berat dan serius usaha kita meraih kabahagiaan, maka semakin nikmat kebahagiaan itu kita rasakan. Itulah yang dijelaskan dalam sebuah hadist Nabi bahwa orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan.

Pertama yaitu kebahagiaan ketika ia "Ifthar" (berbuka). Ini artinya kebahagiaan yang duniawi, yang didapatkannya ketika terpenuhinya keinginan dan kebutuhan jasmani yang sebelumnya telah dikekangnya, maupun kabahagiaan rohani karena terobatinya kehausan sipritualitas dengan siraman-siraman ritualnya dan amal sholehnya.

Kedua, adalah kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya. Inilah kebahagian ukhrawi yang didapatkannya pada saat pertemuannya yang hakiki dengan al-Khaliq. Kebahagiaan yang merupakan puncak dari setiap kebahagiaan yang ada.

Akhirnya, hikmah-hikmah puasa dan keutamaan-keutaman Ramadhan di atas, dapat kita jadikan media untuk bermuhasabah dan menilai kualitas puasa kita. Hikmah-hikmah puasa dan Ramadhan yang sedemikian banyak dan mutidimensional, mengartikan bahwa ibadah puasa juga multidimensional. Begitu banyak aspek-aspek ibadah puasa yang harus diamalkan agar puasa kita benar-benar berkualitas dan mampu menghasilkan nilai-nilai positif yang dikandungnya. Seorang ulama sufi berkata "Puasa yang paling ringan adalah meninggalkan makan dan minum". Ini berarti di sana masih banyak puasa-puasa yang tidak sekedar beroleh dengan jalan makan dan minum selama sehari penuh, melainkan 'puasa' lain yang bersifat batiniah.

Semoga dengan mempersiapkan diri kita secara baik dan merencanakan aktifitas dan ibadah-ibadah dengan ihlas, serta berniat "liwajhillah wa limardlatillah", karena Allah dan karena mencari ridha Allah, kita mendapatkan kedua kebahagiaan tersebut, yaitu "sa'adatud-daarain" kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa mengisi Ramadhan tidak hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari pada itu kita juga memperhatikan kualitas puasa kita.



ARTIKEL: Muhammad Niam