Selasa, April 06, 2010

kegelisahan

Malam beranjak semakin gelap. Hati inipun mulai terjajah oleh kegetiran. Dari balik jubah kebesarannya malam berbisik, ”Jika kau rapuh idzinkan aku untuk menegarkanmu. Jangan takut. Lelaki tak boleh takut. Kamu harus berani, karena rasa dihati ini tulus padamu.” Kata-kata itu sudah cukup meyakinkan sebenarnya. Tapi masih ada sisa-sisa ragu dihati kecilku. “tapi aku gila!!!” ku ungkap saja keraguan itu padanya. “Jika kau gila, idzinkan aku menjadi seperti Layla majnun yang gila bersama Qaisnya. Aku ingin gila karenamu.” Aduhai malam. Ada apa denganmu? Aku bukan Qais. Apa kau benar-benar ingin menjadi seperti Layla karenaku? Ah, tidak. Meskipun aku benar-benar Qais, aku tidak ingin mewariskan sedikitpun deritaku ini padamu. Ataukah kau memang benar-benar Layla? “Bukan, bukan itu yang ku maksud. Maksudku; apakah kau tidak malu merangkul orang gila sepertiku?” ku pertanyakan lagi keteguhannya. Bukan karena aku tak yakin akan perasaannya, tapi sekedar ingin meneguhkan perasaanku saja. “Cahayaku,” ucapnya khidmat “Aku mau mendampingi dirimu. Aku mau cintai kekuranganmu. Aku yang rela terluka untuk masa lalumu. Aku mau kamu. Hanya itu.” Aku terdiam. Diam sediam diamnya. Kata-kata itu bagai arus dahsyat yang menerjang dan menenggelamkan perasaanku. Ku coba sekali lagi menyelami samudera hati ini; Biru, tenang, damai, tak ada gejolak ataupun debur-debur ombak. Hanya riak-riak kecil yang tampak menari-nari disana. Malam, apakah engkau benar-benar ingin berlayar ditengah samudera itu?

Mungkin malam mengerti mungkin pula dapat membaca isyarat hati. Ia tersenyum disambut rindu. Senyumnya tak lagi samar. Gelap nan pekat juga awan-awan sesak terkibas jauh oleh aura senyumnya. Aku terpesona dan masih tanpa kata. Mungkinkah aku tersihir oleh senyuman itu? Kegelisahan, ketakutan, kekhawatiran serta keraguan tiba-tiba saja menjelma menjadi kerinduan. Ah, aku benar-benar diamuk rindu. Malam, kini ku rindu bait senyummu seperti gelap rindukan fajar pagi. Aduhai malam, apakah disini, dibalik tabirmu, aku akan bersembunyi? Aku ingin hilang, terlupa dan tak terlihat lagi. Dan pada dinding-dindingmu, idzinkan aku untuk bersandar. Aku rapuh, aku lelah terkapar. Lihatlah lambaianku. Dengarkanlah desahku. Wahai malam, kutitipkan hati ini padamu. Bawalah ia pada singgahsanamu. Jangan pernah lelah mendekap lelahnya dan jangan pernah putus asa merangkul keputus asaannya. Hanya itu.